Rabu, 18 November 2015

LDR



Ini kisahku. Tentang kisah kasih yang mulai rapuh. Menyakitkan namun apa daya rasa masih membuat bertahan. Langsung saja, saat ini kisahku adalah kisah kasih berjarak ruang dan waktu atau biasa disebut LDR (long Distance Relationship) hubungan yang kujalani atas dasar ketulusan dan kesetiaan yang tanpa akhir.

Sayang, hubungan yang nyaris berjalan selama dua setengah tahun terancam kandas. Ya, dia mulai berubah. Tak lagi menyapa dan hangat seperti dulu. Banyak pikiran buruk muncul namun segera kutepis dan meyakinkan diri bahwa aku percaya padanya. Lelaki yang selama ini mencurahiku dengan berton-ton kasih sayang tak mungkin melakukan itu.

Namun semakin hari, jarangnya kabar yang ia beri membuatku bertanya, masihkah dia sayang kepadaku?
Aku mencoba bertanya, tak seperti biasa, jawaban itu terasa berbelit-belit. Lebih menyakitkan ketika aku menangis karena rindu sekali padanya-dia hanya berkata lebay. Tanpa bertanya lebih jauh, tanpa bertindak lebih jauh.

Tanpa sadar, aku yang dulu selalu mengerti dia mulai menjadi pribadi yang pemarah. Aku merasa apa gunanya hubungan ini terus dijalankan? Bukankah percuma bila hubungan dilandasi tanpa perhatian? Tuhan, entah berapa malam aku menangis karena hal yang tak kutahu secara pasti. Sampai suatu saat, aku meminta untuk break. Menginstropeksi hubungan kami.

Selama seminggu aku merenung, dan kuputuskan untuk kembali kepadanya. Mencoba memperbaiki diriku, mencoba menjadi malaikat di matanya. Awalnya memang tercurah rasa rindu, tapi setelah itu. dia bahkan tak mencariku meski aku tidak menghubungimu selama beberapa hari karena sakit. Tidak pentingkah sosokku sekarang di matamu?

Hingga kusadari, aku terlalu lelah mengerti, dan aku memahami. Masih banyak hal yang perlu kukejar, dan aku tak harus stagnan berdiri hanya untuk menantimu. Oh, aku teringat-aku tahu masa lalumu. Semua kekasihmu meninggalkanmu karena kau mendadak dingin dan kau menangis karena itu. Saat itu aku membenci mereka, karena wanita macam apa yang mampu meninggalkan kekasih yang baik sepertimu. Aku lupa, aku terlalu mencintaimu sehingga tak melihat perasaan mereka. Kini aku tahu apa yang mereka rasakan. Rasa sakit ketika kau tiba-tiba berubah dingin, berubah tak perduli. Ya, dulu kukira aku begitu spesial di matamu, sehingga kuyakin kau tak akan melakukan itu padaku. Tapi Tuhan membalik kesombonganku. Nyatanya sekarang aku mengerti apa yang mereka rasakan saat bersamamu. Derit kesepian dan dingin yang mencekam ketika menanti kabar darimu.

Kini aku memilih berdiri sendiri tanpamu. Mencoba menjalin simpul-simpul kehidupan yang dulu tercerai berai karenamu. Kucoba lupakan semua pengorbanan, semua waktu dan semuanya yang kuberikan padamu. Karena apa? Cinta tak butuh pengorbanan. Cinta itu memaafkan dan cinta itu mendoakan.

Ya, sebenci apapun aku kepadamu. Entah kenapa aku tak bisa berhenti untuk terus mendoakanmu. Semoga kau bahagia dalam kehidupanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar